Cerdas Menyikapi Hoax di Media Sosial

 CERDAS MENYIKAPI HOAX DI MEDIA SOSIAL


Pernyataan Umum/Tesis


   Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh pemberitaan palsu yang paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sebenarnya. Suatu pemberitaan palsu berbeda dengan misalnya pertunjukan sulap; dalam pemberitaan palsu, pendengar/penonton tidak sadar sedang dibohongi, sedangkan pada suatu pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu (Wikipedia, n.d.). Penyebaran berita palsu yang marak terjadi ini jika dikaitkan dengan etika pada internet adalah penyalahgunaan Freedom of Speech. Freedom of Speech ini berasal dari negara-negara yang memiliki tradisi liberal yang menyalahkan apabila seseorang  mempunyai batasan dalam mengemukakan pendapat dan memiliki fungsi masing-masing individu pada komunitas dapat mengemukakan pendapat, menyalahkan seseorang, memuji seseorang dll sebebas-bebasnya pada suatu komunitas. Dengan berkembangnya media sosial yang dapat melintasi antar negara ataupun benua, masing-masing budaya dan tradisi tidak akan berperan dalam hal pembatasan penyebaran informasi ini. Berawal dari biasnya budaya tersebut, hak Freedom of Speech seringkali disalahartikan dan salahgunakan untuk menciptakan berita hoax yang bertujuan memang untuk membuat sensasi pada media sosial tersebut atau memang sengaja agar pengguna internet dapat mampir pada website sang pembuat berita hoax tersebut agar meraup keuntungan dari jumlah pengunjung yang banyak pada websitenya.


Argumentasi


   Pada kemajuan teknologi informasi komunikasi saat ini tidak hanya memberikan dampak yang positif tetapi juga memberikan dampak yang nuruk. Penyampaian akan informasi begitu cepat dimana setiap orang telah dengan mudah memproduksi informasi, dan informasi yang begitu cepat tersebut melalui beberapa media sosial seperti facebook, twiter, ataupun pesan telepon genggam seperti, whatsapp dan lain sebagainya yang tidak dapat difilter dengan baik.


Informasi yang dikeluarkan baik orang perorang maupun badan usaha melalui media sosial dan elektronik ketika telah terkirim dan dibaca oleh banyak orang dapat mempengaruhi emosi, perasaan, pikiran bahkan tindakan seseorang atau kelompok. Sangat disayangkan apabila informasi tersebut adalah informasi yang tidak akurat terlebih informasi tersebut adalah informasi bohong (Hoax) dengan judul yang sangat provokatif mengiring pembaca dan penerima kepada opini yang negatif. Opini negatif, fitnah, penyebar kebencian yang diterima dan menyerang pihak ataupun membuat orang menjadi takut, terancam dan dapat merugikan pihak yang diberitakan sehingga dapat merusak reputasi dan menimbulkan kerugian materi.


CNN Indonesia menyebutkan bahwa dalam data yang dipaparkan oleh Kementrian Komunikasi dan Informatika menyebutkan ada sebanyak 800 ribu situs di Indonesia yang terindikasi sebagai penyebar berita palsu dan ujaran kebencian (hate speech)(Pratama, 2016). Kemkominfo juga selama tahun 2016nsudah memblokir 773 ribu situs berdasar pada 10 kelompok. Kesepuluh kelompok tersebut di antaranya mengandung unsur pornografi, SARA, penipuan/dagang ilegal, narkoba, perjudian, radikalisme, kekerasan, anak, keamanan internet, dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dari jumlah itu, paling banyak yaitu unsur pornografi (Jamaludin, 2016). Perilaku penyebaran hoax melalui internet sangat dipengaruhi oleh pembuat berita baik itu individu maupun berkelompok, dari yang berpendidikan rendah sampai yang tinggi, dan terstruktur rapi. (Lazonder, Biemans, & Wopereis, 2000) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara seseorang yang memiliki keahlian khusus dalam menggunakan Search Engine. Mereka dibedakan oleh pengalaman yang dimiliki. Individu yang memiliki pengalaman lebih banyak dalam memanfaatkan Search Engine, akan cenderung lebih sistematis dalam melakukan penelusuran dibandingkan dengan yang masih minim pengalaman (novice).


Berita hoax semakin sulit dibendung walaupun sampai dengan 2016 pemerintah telah memblokir 700 ribu situs, namun setiap harinya pula berita hoax terus bermunculan. Pada Januari 2017 pemerintah melakukan pemblokiran terhadap 11 situs yang mengandung konten negatif, namun kasus pemblokiran tersebut tidak sampai menyentuh meja hijau. Beberapa kasus di Indonesia terkait berita hoax telah memakan korban, Salah satunya berita hoax akan Virus Corona yang diciptakan oleh elit global yang sedang menggali keuntungan dengan menjual vaksin yang dirasa tidak mungkin diciptakan dalam waktu dekat. yang telah tersebar di beberapa media sosial dan menyebabkan orang semakin waspada terhadap segala tindakan pemerintah akan segala prosedur kesehatan serta melanggar segala protokol kesehatan yang diperintahkan oleh pemerintah, serta tuduhan akan penyogokan yang dilakukan pemerintah terhadap oknum Polisi dan TNI untuk menjatuhkan Habib Rizieq dimana meningkatkan ketidakpercayaan akan pemerintahan saat ini.


Sikap pemerintah dalam fenomena berita hoax dipaparkan dalam beberapa pasal yang siap ditimpakan kepada penyebar hoax tersebut antara lain, KUHP, Undang-undang No. 11 Tahun 2008, tentang informasi dan Transksi Elektronik (ITE), Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Tidak hanya itu, penyebar berita hoax juga dapat dikenakan pasal terkait ujaran kebencian dan yang telah diatur dalam KUHP dan UU lain di luar KUHP. Dari hukum yang dibuat oleh pemerintah, jumlah penyebar hoax semakin besar tidak berbanding lurus dengan jumlah persidangan yang seharusnya juga besar. Dengan masih belum mampu menjerat beberapa pelaku hoax, sangat disayangkan pemerintah hanya melakukan pemblokiran terhadap situs-situs hoax. Sementara si pembuat berita hoax masih dapat terus bereproduksi melakukan ancaman dan memperluas ruang gerak. 


Penegasan ulang


   Dalam melawan hoax dan mencegah meluasnya dampak negatif hoax, pemerintah pada dasarnya telah memiliki payung hukum yang memadai. Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE, Pasal 14 dan 15 UU No. 1 tahun 1946, Pasal 311 dan 378 KUHP, serta UU No. 40 tahun 2008 tentang Penghapuan Diskriminasi Ras dan Etnis merupakan beberapa produk hukum dapat digunakan untuk memerangi penyebaran hoax. Selain produk hukum, pemerintah juga sedang menggulirkan kembali wacana pembentukan Badan Siber Nasional yang dapat menjadi garda terdepan dalam melawan penyebaran informasi yang menyesatkan, selain memanfaatkan program internet sehat dan Trust + Positif yang selama ini menjalankan fungsi sensor dan pemblokiran situs atau website yang ditengarai memiliki materi negatif yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.


Selain menghidupkan kembali berbagai program yang berjaya dalam peran menanamkan budi pekerti, dari aspek penggunaan sebenarnya Pemerintah melalui badan yang terkait menetapkan batas umur untuk pengguna media sosial. Namun ketidakjujuran masyarakat khususnya dibawah umur yng ditetapkan membuat anak kecil bahkan mampu mengakses situs dewasa sekalipun tanpa masalah. Inilah yang merupakan masalah terbesar dalam abad ini dimana umur yang tidak seharunsya memuat hal yang tidak baik namun dengan sengaja melanggar hal tersebut yang mana bimbingan orang tua akan masa pubertas merupaka penting dikarenakan masa keingin tahuan anak terhadap jati diri serta pemahaman akan dunia luar. Namun jika dipahami secara telaah, pantaskah anak remaja dibiarkan mengakses dunia luar tanpa adanya pengwasan dan bimbingan. Inilah perlunya tindakan tambahan pada materi sekolah akan pentingnya menjaga diri serta bijak dalam pergaulan. Selain itu, Masyarakat perlu dibekali dengan pengetahuan akan internet sehat serta pengetahuan mengenai dunia bebas berhubungan dalam hal yang disangkut serta literasi sehat media sehingga dapat mengenali berita hoax. 


Dapat disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat akan kejujuran serta semakin besarnya jumlah pengguna internet dan dengan mudahnya mendapatkan informasi saat ini menjadikan berita hoax semakin mudah tersebar. Bias dan bebasnya budaya pada negara yang sudah mengadopsi internet/media sosial membuat berita hoax semakin mudah tersebar serta aturan dan pasal untuk menjerat hukuman untuk penyebar hoax belum mampu mengendalikan jumlah berita hoax yang terus terproduksi setiap waktu.

Komentar